Bidang farmasi
berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan
pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam sejarahnya, pendidikan tinggi farmasi
di Indonesia dibentuk untuk menghasilkan apoteker sebagai penanggung jawab
apotek, dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian maka apoteker atau
dikenal pula dengan sebutan farmasis, telah dapat menempati bidang pekerjaan
yang makin luas. Apotek, rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi,
lembaga penelitian, laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis,
laboratorium forensik, berbagai jenis industri meliputi industri obat,
kosmetik-kosmeseutikal, jamu, obat herbal, fitofarmaka, nutraseutikal, health
food, obat veteriner dan industri vaksin, lembaga informasi obat serta
badan asuransi kesehatan adalah tempat-tempat untuk farmasis melaksanakan
pengabdian profesi kefarmasian.
Pelayanan obat kepada penderita
melalui berbagai tahapan pekerjaan meliputi diagnosis penyakit, pemilihan,
penyiapan dan penyerahan obat kepada penderita yang menunjukkan suatu interaksi
antara dokter, farmasis, penderita sendiri dan khusus di rumah sakit melibatkan
perawat. Dalam pelayanan kesehatan yang baik, informasi obat menjadi sangat
penting terutama informasi dari farmasis, baik untuk dokter, perawat dan
penderita.
Farmasi (bahasa Inggris: pharmacy,
bahasa Yunani: pharmacon, yang
berarti: obat) merupakan
salah satu bidang profesional kesehatan yang
merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang
mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat.
Ruang lingkup dari praktik farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti
peracikan dan penyediaan sediaan obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan
terhadap pasien (patient
care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan
penyediaan informasi obat. Kata farmasi berasal dari kata farma (pharma).
Farma merupakan
istilah yang dipakai di tahun 1400 - 1600an.
Institusi farmasi Eropa pertama
kali berdiri di Trier, Jerman,
pada tahun 1241 dan tetap
eksis sampai dengan sekarang.
Farmasis (apoteker) merupakan
gelar profesional dengan keahlian di bidang farmasi. Farmasis biasa bertugas di
institusi-institusi
baik pemerintahan maupun swasta seperti
badan pengawas obat/makanan, rumah sakit, industri
farmasi, industri obat tradisional, apotek, dan di
berbagai sarana kesehatan.
Farmasi sebagai profesi di
Indonesia sebenarnya relatif masih muda dan baru dapat berkembang secara
berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa
pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang, kefarmasian di
Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan profesi ini belum dikenal secara
luas oleh masyarakat. Sampai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, para
tenaga farmasi Indonesia pada umumnya masih terdiri dari asisten apoteker dengan
jumlah yang sangat sedikit.
Tenaga apoteker pada masa penjajahan umumnya berasal dari Denmark, Austria,
Jerman dan Belanda. Namun, semasa perang kemerdekaan, kefarmasian di Indonesia
mencatat sejarah yang sangat berarti, yakni dengan didirikannya Perguruan
Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946 dan di Bandung tahun 1947. Lembaga
Pendidikan Tinggi Farmasi yang didirikan pada masa perang kemerdekaan ini
mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa
selanjutnya.Dewasa ini kefamasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang
dalam dimensi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan
dukungan teknologi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia
dengan dukungan teknologi yang cukup modern telah mampu memproduksi obat dalam
jumlah yang besar dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Sebagian besar,
sekitar 90% kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi
dalam negeri
Demikian pula peranan profesi farmasi pelayanan kesehatan juga semakin
berkembang dan sejajar dengan profesi-profesi kesehatan lainnya Selintas
Sejarah Kefarmasian Indonesia
1. Periode
Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan
Tonggak
sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan pendidikan asisten
semasa pemerintahan Hindia Belanda.
2. Periode
Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958
Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten apoteker Negeri (Republik) yang pertama , dengan jangka waktu pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang, sementara itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.
Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten apoteker Negeri (Republik) yang pertama , dengan jangka waktu pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang, sementara itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.
3. Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967
Pada periode ini meskipun
untuk memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam kenyataannya
industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang cukup berat,
antara lain kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjatahan bahan baku obat
sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah industri yang memperoleh bagian
jatah atau mereka yang mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini,
terutama antara tahun 1960 – 1965, karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi
yang suram, industri farmasi dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30%
dari kapasitas produksinya. Oleh karena itu, penyediaan obat menjadi sangat
terbatas dan sebagian besar berasal dari impor. Sementara itu karena pengawasan
belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus bahan baku maupun obat
jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar.Sekitar tahun 1960-1965, beberapa
peraturan perundang-undangan yang penting dan berkaitan dengan kefarmasian yang
dikeluarkan oleh pemerintah antara lain :
(1) Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
(2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang barang
(3) Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, dan
(4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada periode
ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di
Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek darurat.
Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 33148/Kab/176 tanggal 8 Juni
1962, antara lain ditetapkan :
(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan
(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan
(2) Semua izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1
Januari 1963.
Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963 yang isinya antara
lain :
(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek darurat,
(2) Semua izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak
berlaku lagi sejak tanggal 1
Pebruari 1964, dan
(3) Semua izin apotek darirat di ibukota Daerah Tingkat II dan kota-kota
lainnya
dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Mei 1964.Pada tahun 1963,
sebagai
realisasi Undang-undang Pokok Kesehatan telah dibentuk Lembaga Farmasi
Nasional
(Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 39521/Kab/199 tanggal 11 Juli
1963).