Jumat, 29 Maret 2013

Drug Related Problems

,

      Terapi Obat mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas dan untuk menyembuhkan pasien. Berdasarkan Rational Therapeutics, pemilihan terapi didasarkan dengan memaksimalkan efek klinik yaitu dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan toksisitas. Selain itu juga harus memperhatikan status fungsional pasien, kepuasan pasien, dan dengan biaya yang pantas. Jadi tujuan dari peresepan itu dipilih berdasarkan berikut :
- Efektifitas yang maksimal
- Toksisitas yang serendah mungkin
- Informasi yang benar
- Aman
- Meminimalkan biaya
- Kepuasan Pasien

    Jadi dalam penggunaan obat yang rasional itu harus tepat dalam hal : Diagnosis, Indikasi, Jenis Obat, Kondisi pasien, Informasi, dan Dosis, cara, & lama penggunaan obat. Jadi dalam pengobatan yang rasional ini digunakan untuk menangani masalah terkait obat atau Drug Related Problems (DRPs).
    Drug Related Problems merupakan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan terkait dengan penggunaan obat yang baik secara aktual maupun potensial dapat mempengaruhi perkembangan pasien. Komponen dari DRP ini meliputi :
- Kejadian yang tidak diinginkan yang dialami pasien
- Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat


Klasifikasi DRP
Drug related problems dibedakan menjadi 8, yaitu :

1. Unnecessary Drug Therapy
      Unnecessary drug therapy terjadi karena tidak mengetahui penggunaannya yang disebabkan karena tidak ada indikasi medis, kecanduan, terapi non-obat lebih cocok, dan karena duplikasi obat.

2. Wrong Drug
     Hal ini dapat terjadi karena bentuk sediaan yang tidak cocok, ada kontraindikasi, obat tidak diindikasikan untuk penyakit yang sedang berlangsung, maupun ada obat yang lebih poten yang dapat digunakan.

3. Dose to High
     Hal ini dapt timbul karena kesalahan dalam pendosisan, frekuensi pemberian yang kurang tepat, penggunaan yang tidak benar, adanya interaksi obat yang menyebabkan kadar obat meningkat, dll.

4. Dose to Low
     Hal ini juga dapat terjadi karena salah dosis, frekuensi pemberian yang tidak tepat, penggunaan yang tidak tepat, dan adanya interaksi obat yang dapat menurunkan kadar obat dalam darah.

5. Patient Incompliance (ketidakpatuhan pasien)
      Hal ini terjadi karena pasien yang tidak patuh terhadap informasi penggunaan obat. Dapat terjadi karena pasien yang kesulitan mendapatkan obatnya, pasien yang tidak bisa menggunakan obatnya, atau kemungkinan pasien yang merasa bosan atau memilih tidak menggunakan obat karena merasa tidak ada perubahan, dll.

6. Need Drug
   Need drug terjadi apabila terdapat suatu indikasi medis yang belum diberikan obat yang tepat terhadap indikasi tersebut.

7. Adverse Drug Reactions (ADR)
    Merupakan reaksi obat yang tidak diinginkan. Reaksi yang tidak diinginkan tersebut dapat berupa efek yang tidak diinginkan misalnya penggunaan antibiotik pada sebagian orang yang muncul reaksi alergi. Hal ini juga dapat terjadi apabila penggunaan yang tidak tepat (digunakan bersama obat lain).

8. Drug Interactions
       Drug Interactions / Interaksi obat merupakan peristiwa dimana efek suatu obat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor misalnya obat, makanan, minuman, penyakit, lingkungan, formulasi obat, produk herbal, dll yang dapat menyebabkan peningkatan kadar obat dalam darah sehingga dapat menyebabkan efek toksik atau penurunan kadar obat dalam darah yang dapat menurunkan efektivitas suatu terapi obat.



Sumber : materi kuliah ^^


Interaksi Obat dengan Nutrisi

,

Pendahuluan

    Interaksi obat merupakan peristiwa dimana efek suatu obat dipengaruhi oleh obat lain. Namun kenyataannya interaksi obat tidak hanya interaksi antara obat dengan obat lainnya, namun interaksi tersebut dapat timbul dengan hal lain meliputi :
- Interaksi obat dengan makanan
- Interaksi obat dengan minuman
- Interaksi obat dengan nutrisi
- Interaksi obat dengan formulasi obat
- Interaksi obat dengan cytokines/ penyakit
- Interaksi obat dengan lingkungan
- Interaksi obat dengan produk herbal, dll.

     Interaksi obat ini sendiri umumnya memiliki efek yaitu sinergisme/ aditive , potensiasi, dan antagonisme. Efek sinergisme timbul apabila adanya interaksi obat yang memiliki mekanisme efek yang sama dan menimbulkan efek yang berlebihan sehingga kemungkinan besar akan terjadi ketoksikan. Efek potensiasi timbul apabila terjadi interaksi antara 2 senyawa atau lebih yang memiliki mekanisme efek yang berbeda namun memiliki tujuan terapi yang sama sehingga menyebabkan efek yang berlebihan. Sedangkan antagonisme merupakan efek yang saling menghilangkan atau memiliki efek yang berlawanan sehingga akan mengurangi/ menghilangkan efek suatu obat.
       Nah, interaksi obat ini sangat penting karena kebanyakan dari interaksi obat ini berbahaya bagi pengguna obat karena dapat meningkatkan toksisitas dan/ atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, apalagi menyangkut obat yang memiliki batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang sempit atau slope log DEC yang curam).


Nutrisi

    Nutrisi merupakan substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk melangsungkan hidupnya. Fungsi nutrisi ini secara umum dibedakan menjadi 3 yaitu :
- Pembentuk Energi, meliputi Karbohidrat, Protein, dan Lemak.
- Pertumbuhan, meliputi Protein, Lemak, Vitamin, Mineral, dan Air
- Regulasi fungsi tubuh, meliputi Protein, Lemak, Vitamin, Mineral, dan Air

  Interaksi antara obat dengan nutrisi ini dapat berdampak pada berbagai macam hal. Misalnya dengan penggunaan obat tertentu, maka akan mengurangi nutrisi dalam tubuh sehingga regulasi tubuh akan menurun, atau dengan mengkonsumsi nutrisi tertentu akan meningkatkan efek suatu obat lain sehingga dapat timbul efek yang berbahaya (Sinergisme), dll. Dalam hal ini nutrisi yang paling berpengaruh terhadap Obat adalah Vitamin dan Mineral.

Vitamin

     Vitamin merupakan senyawa kimia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan untuk metabolisme. Vitamin terdapat 13 macam dan dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu vitamin yang larut lemak (Vitamin A, D, E, dan K) dan 9 vitamin larut air (Vitamin B dan C). Vitamin ini dapat terjadi deplesi dalam tubuh karena berbagai faktor, misalnya karena penyakit, hamil, interaksi obat, dll.

Mineral

    Mineral merupakan senyawa kimia yang berperan vital terhadap fungsi fisiologi, mislanya pada fungsi sistem syaraf pusat, reaksi seluler, keseimbangan air dalam tubuh, dan sistem struktural.
Mineral ini dibedakan menjadi 2, yaitu Makromineral dan Mikromineral.

- Makromineral merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang banyak (antara miligram dan gram). Yang termasuk makromineral ini diantaranya Kalsium, Phospor, dan Magnesium.
- Mikromineral merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang sedikit (antara mikrogram sampai miigram). Yang termasuk mikromineral ini diantaranya copper, chromium, dan selenium.


Interaksi Obat dengan Nutrisi

    Disini saya akan menuliskan beberapa contoh Interaksi Obat dengan Nutrisi dan Deplesi nutrisi yang diakibatkan oleh berbagai obat.

-Vitamin K dengan Antikoagulan (Warfarin) dan Obat Anti Agregrasi Platelet (Aspirin)
     Vitamin K merupakan vitamin yang dibutuhkan tubuh untuk menggumpalkan darah agar tidak terjadi pendarahan, vitamin ini dalam produksinya dibantu oleh probiotik yang ada dalam intestine. Vitamin ini terdapat dalam berbagai sayuran hijau dan dalam ikan. Sedangkan obat Antikoagulan dan Anti agregrasi platelet merupakan obat yang digunakan untuk mencegah darah menggumpal, biasanya obat ini digunakan untuk pengobatan Stroke.
Penggunaan Obat antikoagulan atau anti agregrasi platelet yang disertai dengan Vitamin K secara bersama-sama akan menggagalkan penggunaan obat antikoagulan/ anti agregrasi platelet. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki efek yang berlawanan.

-Obat Antikonvulsan
     Obat antikonvulsan merupakan obat yang digunakan untuk penyakit epilepsi/ untuk mengatasi kejang, Contoh obatnya yaitu Fenitoin. Penggunaan obat ini dalam tubuh ternyata dapat menurunkan kadar Asan Folat (Vitamin B9) dan Vitamin D dalam tubuh. Deplesi Asam Folat dalam tubuh akan mengakibatkan berbagai penyakit seperti Kaker kolon, penyakit jantung, defisit kognitif, kerusakan kromosom, dan dapat menyebabkan Anemia Megaloblastik. Sedangkan deplesi Vitamin D akan menyebabkan penurunan dalam hal penyerapan Kalsium dalam tubuh.

-Obat Anti-Hipertensi dan Natrium
     Penggunaan obat anti-hipertensi akan berkurang efektivitasnya apabila mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar garam (NaCl) tinggi.

-Aspirin dan Vitamin C
     Aspirin merupakan jenis obat NSAID yang digunakan sebagai antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Sedangkan Vitamin C dalam tubuh berperan dalam pembentukan jaringan kolagen, tulang, gigi, dan pembuluh darah. Penggunaan Aspirin ini dapat mengurangi jumlah vitamin C dalam tubuh.

-Oral Kontrasepsi dengan Antibiotik
     Oral kontrasepsi digunakan untuk mencegah kehamilan. Sedangkan obat antibiotik digunakan untuk membunuh bakteri yang biasanya menyebabkan peradangan dalam bagian tubuh. Oral Kontrasepsi ini dalam tubuh akan dibantu penyerapannya oleh Probiotik yang ada dalam saluran pencernaan. Dengan menggunakan antibiotik maka probiotik-probiotik tersebut juga akan ikut mati sehingga akan mengurangi penyerapan obat oral kontrasepsi. Dengan kata lain kadar dalam darah obat kontrasepsi ini akan berkurang sehingga dapat meningkatkan resiko kehamilan.
Selain itu penggunaan obat oral kontrasepsi ini dalam tubuh dapat menurunkan Asam Folat (Vitamin B9) dan Piridoksin (Vitamin B6). Deplesi asam folat dapat timbul penyakit seperti Kaker kolon, penyakit jantung, defisit kognitif, kerusakan kromosom, dan dapat menyebabkan Anemia Megaloblastik. Sedangkan deplesi Vitamin B6 dapat menyebabkan dermatitis, anemia, lemah, bingung, iritabilitas, nervous, insomnia, konvulsi epileptikum dengan EEG abnormal, kanker kolon dan prostat, penyakit jantung, dan disfungsi otak.

-Diuretik
    Obat diuretik biasanya digunakan pada terapi hipertensi dengan mekanisme mengeluarkan air dan berbagai mineral dalam tubuh. Contoh obatnya misalnya Furosemid (Diuretik Loop), HCT (Diuretik Tiazid), dan Spironolakton (Diuretik hemat kalium). Penggunaan obat diuretik ini akan menyebabkan deplesi mineral dalam tubuh khususnya Kalium (kec:diuretik hemat kalium). Deplesi kalium ini dalam tubuh dapat menyebabkan aritmia jantung.

-Antibiotik dengan Kalsium
      Kalsium ini dapat berinteraksi dengan beberapa jenis antibiotika, yaitu antibiotika golongan tertrasiklin (tertrasiklin, doxycycline) dan golongan quinolon (ciprofloksasin). Kalsium ini dapat kita temui dalam produk-produk olahan susu. Dengan mengkonsumsi antibiotik dan disertai dengan makan makanan yang mengandung tinggi kalsium dapat mengurangi efektifitas penyerapan dari obat antibiotik tersebut karena terbentuk Kompleks yang sulit diserap oleh tubuh.

-Antioksidan dan Antikolesterol
    Antioksidan (Vitamin A, C, E, B, dan B9) dapat berinteraksi dengan antikolesterol golongan Statin dengan membalikkan efeknya.

-Prednison (Kortikosteroid) ; Diuretik
     Penggunaan Prednison dapat menyebabkan peningkatan selera makan sehingga akan meningkatkan asupan nutrisi dalam tubuh. Sedangkan diuretik dapat menyebabkan penurunan selera makan sehingga menurunkan asupan nutrisi dalam tubuh.



Sumber : materi kuliah ^^
      

Sabtu, 19 Januari 2013

Sistem Endokrin

,


       Sistem endokrin disebut juga dengan sistem hormonal, yaitu sistem kalenjar yang dapat menghasilkan hormon-hormon yang dapat didistribusikan melalui sirkulasi sistemik menuju berbagai organ-organ tubuh guna untuk mempengaruhi atau mengatur fisiologi sel-sel tubuh. Hormon dalam tubuh dapat berfungsi sebagai pengatur berbagai fungsi sel tubuh, misalnya dalam mempercepat reaksi dalam tubuh, dalam metabolisme maupun transport senyawa dalam sel.

     Secara umum sistem hormonal dibedakan menjadi 2 yaitu hormon lokal dan hormon sistemik. Hormon lokal adalah sistem hormon yang dilepaskan hanya pada bagian tertentu dan untuk mempengaruhi daerah yang spesifik /lokal. Contohnya adalah hormon sekretin, hormon ini dihasilkan oleh mukosa duodenum yang berfungsi untuk mengatur pH dalam usus melalui pengaturan sekresi asam lambung dengan bikarbonat. Hormon sistemik adalah hormon yang dilepaskan dan didistribusikan pada daerah yang luas dan memiliki efek sistemik. Contoh dari hormon ini adalah Adrenalin dan nor-adrenalin. Dalam sistem hormonal juga terdapat istilah negatif feedback yaitu upaya pengaturan produksi hormon. Berikut merupakan organ-organ yang dapat menghasilkan hormon :

1. Hipotalamus
        Secara anatomi hipotalamus terdapat dalam otak bagian dalam. Hipotalamus merupakan organ utama dalam menghasilkan hormon, karena selain hipotalamus sendiri dapat menghasilkan hormon secara langsung namun juga dapat mengaktivasi organ tertentu untuk melepaskan hormon. Contoh organ yang dapat diaktivasi oleh hipotalamus dalam menghasilkan hormon adalah kalenjar hipofisis anterior.

          Hipotalamus à Hipofisis Anterior à Somatotropin, FSH, LH, TSH, ACTH, dll
                        (mengaktivasi)        (menghasilkan)

Contoh hormon yang dilepaskan oleh hipotalamus adalah sebagai berikut :
A. Vasopresin
        Vasopresin disebut juga dengan ADH (anti diuretik hormon) yang berfungsi untuk meningkatkan penyerapan air dalam nefron sehingga akan meningkatkan volume darah.
B. Growth Hormon Releasing Hormon (GHRH)
       Hormon ini digunakan untuk melepaskan / merangsang pelepasan hormon pertumbuhan (somatotropin) dari kalenjar hipofisis anterior.
C. Thyrotropin Releasing Hormon (TRH)
      Hormon ini berfungsi untuk merangsang pelepasan Thyroid Stimulating Hormon dari kalenjar hipofisis anterior yang selanjutnya akan menghasilkan hormon tiroid, tri-idotironin, dan kalsitonin.
D. Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH)
       Hormon ini merupakan hormon yang berhubungan dengan sel reproduksi yang menghasilkan gamet.
E. Corticotropin Releasing Hormon (CRH)
       Hormon ini berfungsi dalam mengaktivasi / merangsang pelepasan hormon adrenokortikotropin releasing hormon (ACTH) dari kalenjar hipofisis anterior.  

2. Kalenjar Hipofisis Anterior
       Organ ini terdapat juga dalam otak. Hormon ini bekerja setelah diaktivasi oleh hipotalamus. Hormon ini menghasilkan hormon yang memiliki efek yang luas dalam tubuh. Hormon yang dihasilkan sebagai berikut :
A. Somatotropin
       Hormon ini disebut juga dengan growth hormon yaitu hormon yang berperan dalam merangsang pertumbuhan sel. Pelepasan hormon ini diatur oleh GHRH dari hipotalamus.
B.  Tirotropin
         Hormon ini berfungsi untuk merangsang pelepasan tiroid yang berfungsi dalam hal proses reaksi kimia dalam tubuh. Selain itu hormon ini melepaskan hormon tri-idotironin dan kalsitonin.
C. Adrenokortikotropin
      Hormon ini berfungsi untuk merangsang pelepasan kortikosteroid yaitu glukokortikoid ataupun mineralokortikoid maupun androgen.
D. Folikel Stimulating Hormon (FSH)
      Hormon ini dilepaskan setelah diaktivasi oleh GnRH. Hormon ini pada wanita berfungsi untuk merangsang pematangan folikel dalam ovarium, folikel sendiri merupakan tempat/ mengandung ovum. Sedangkan pada laki-laki berfungsi dalam pematangan tubulus seminiferus.
E. Luteinzing Hormon (LH)
     Sama halnya dengan FSH, hormon ini dilepaskan setelah diaktivasi oleh GnRH. Pada wanita hormon ini berfungsi dalam proses ovulasi. Sedangkan pada laki-laki hormon ini berfungsi dalam pembentukan testosteron dari sel Leydig.

3.  Kalenjar Hipofisis Posterior
       Sama seperti kalenjar hipofisis anterior, kalenjar ini dalam menghasilkan hormon diaktivasi oleh hipotalamus. Dari segi anatomi kalenjar hipofisis posterior terletak dalam otak dan bersebelahan dengan kalejar hipofisis anterior. Kalenjar ini berperan dalam menyimpan oksitosin da vasopresin. Oksitosin berperan dalam kontraksi otot polos uterus dan pada proses laktasi. Sedangkan vasopresin merupakan suatu anti diuretik hormon. Vasopresin dihasilkan oleh kalenjar hipofisis anterior sedangkan oksitosin dihasilkan langsung oleh hipotalamus.

4. Kalenjar Epifisis
     Kalenjar ini terdapat juga dalam otak. Berperan dalam menghasilkan melatonin dan dimetiltriptamin. Berfungsi sebagai pengatur jam tidur. ???

5. Kalenjar Tiroid
     Kalenjar ini terdapat dalam area leher. Hormon yang dihasilkan adalah tiroksin, tri-idotironin, dan kalsitonin. Hormon tiroksin dan tri-idotironin berperan dalam pengaturan metabolisme sel dan reaksi kimia dalam tubuh. Sedangkan kalsitonin berfungsi dalam merangsang pembelahan sel tulang.

6. Pankreas
      Organ ini selain merupakan penghasil enzim yang sangat penting dalam tubuh juga menghasilkan hormon yang tak kalah penting. Dalam pankreas terdapat suatu unit struktural yang dinamakan langerhans islet atau biasa disebut dengan sel pulau langerhans. Sel α1 langerhans menghasilkan hormon somatostatin. Sel α2 langerhans menghasilkan hormon gukagon . Sedangkan sel β langerhans menghasilkan hormon insulin. Hormon Insulin berperan dalam penurunan kadar glukosa darah dengan memasukkan glukosa dari sirkulasi sistemik menuju dalam sel tubuh untuk bahan untuk reaksi biokimia tubuh. Hormon Glukagon berfungsi untuk menaikkan kadar glukosa darah, biasanya glukagon dilepaskan pada saat kondisi kelaparan sehingga meningkatkan kadar glukosa darah. Sedangkan Somatostatin berperan dalam mengatur pelepasan Insulin dan Glukagon.

7. Kalenjar Adrenal
     Kalenjar Adrenal terdapat diatas organ Ginjal. Kalenjar adrenal sendiri terdapat 2 bagian yaitu korteks adrenal dan medula adrenal.

A. Medula Adrenal
       Medula adrenal merupakan bagian yang lebih dalam dari kalenjar adrenal. Medula adrenal menghasilkan Adrenalin, nor-adrenalin, dopamin, dll. Berfungsi pada sistem syaraf pusat maupun dalam sistem syaraf otonom.

B. Korteks Adrenal
      Korteks adrenal merupakan bagian luar dari kalenjar adrenal. Hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal meliputi Glukokortikoid, Mineralokortikoid, dan Androgen. Glukokortikoid dan Mineralokortikoid disebut juga dengan Kortikosteroid. Androgen selain dihasilkan oleh kalenjar adrenal juga dihasilkan oleh testis. Glukokortikoid berfungsi untuk mengatur metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Sedangkan Mineralokortikoid berperan dalam pengaturan elektrolit dan keseimbangan air dalam tubuh.

8. Testis
    Dalam organ ini terdapat sel Leydig yang berperan dalam menghasilkan testosteron atau disebt juga dengan androgen. Hormon ini berfungsi dalam pertumbuhan organ kelamin laki-laki dan pembentukan sifat sekunder laki-laki.

9. Korpus Luteum dan Folikel Ovarium
     Hormon penting yang disekresi adalah esterogen dan progesteron. Estrogen merupakan hormon yang berfungsi dalam pertumbuhan organ seksual wanita dan juga dalam pertumbuhan sifat sekunder wanita. Sedangkan progesteron berfungsi untuk menyiapkan uterus untuk menerima dan mengembangkan sel telur/ ovum yang telah dibuahi oleh sperma.

10. Jantung
     Organ ini juga dapat menghasilkan hormon. Hormon yang dihasilkan adalah peptida natriuretik yang berguna dalam penurunan tekanan darah.

11. Ginjal
    Unit fungsional terkecil ginjal yaitu nefron menghasilkan hormon renin angiotensin yang berperan dalam pengaturan tekanan darah.

12. Saluran Pencernaan
       Dalam duodenum menghasilkan hormon sekretin yang berfungsi secara lokal yaitu untuk pengaturan pH. Pada lambung menghasilkan hormon somatostatin, histamin, grelin, dll.



Referensi :
- Nugroho. Agung Endro, 2012, Farmakologi : Obat-obat penting dalam pembelajaran ilmu farmasi dan dunia kesehatan, Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Sabtu, 09 Juni 2012

Obat-obat pada Syaraf Otonom : Syaraf Adrenergik

,

      Pada posting bagian anatomi dan fisiologi sistem syaraf otonom telah disinggung bahwa sistem syaraf otonom dibagi menjadi 2 yaitu 1) sistem syaraf simpatik dan 2) sistem syaraf parasimpatik. Pada syaraf simpatik mempunyai sel syaraf preganglion lebih pendek daripada sel syaraf postganglionnya. Selain itu pada sistem syaraf simpatik ini neurotransmitter yang dilepaskan adalah nor-epinefrin atau nor-adrenalin yang akan bereaksi dengan reseptor adrenergik, maka sistem syaraf sipatik ini disebut juga dengan sistem syaraf adrenergik. Pada sistem syaraf parasimpatik memiliki sel syaraf preganglion lebih panjang daripada sel syaraf postganglionnya. Pada sistem syaraf ini neurotransmitter yang dilepaskan oleh ujung sel syaraf adalah asetilkolin yang akan bereaksi dengan reseptor asetilkolin muskarinik ataupun pada reseptor asetilkolin nikotinik. Reseptor nikotinik terdapat pada semua ganglia syaraf otonom (celah antara sel syaraf preganglion dan postganglion), pada neuromuscular junction (celah antara sel syaraf somatik dan sel otot skeletal), dan pada sel kromafin medula adrenal. Sedangkan reseptor muskarinik terdapat pada sel organ efektor syaraf kolinergik, misalnya sel parietal lambung, jantung, saluran pencernaan, dll.
     Penggolongan obat-obatan syaraf otonom ini dibedakan berdasarkan berdasarkan apakah suatu obat tersebut “memacu” atau bahkan “menghambat” syaraf tersebut. Obat yang memacu disebut dengan “Agonis”, sedangkan yang menghambat dinamakan “Antagonis”. Istilah-istilah ini dapat diulas lebih pada pembahasan obat-obatan nanti. ???
    Berdasarkan hal diatas tadi maka obat-obatan sistem syaraf otonom dibedakan menjadi beberapa bagian berikut:
1. Agonis Kolinergik,
2. Antagonis Kolinergik,
3. Agonis Adrenergik, dan
4. Antagonis Adrenergik
        Pada tulisan kali ini hanya akan tertulis tentang obat-obat yang bekerja pada reseptor adrenergik saja, karena pada artikel sebelumnya telah dibahas tentang obat-obat pada reseptor kolinergik. Disini obat-obat yang bekerja pada reseptor adrenergik  ada 2 golongan besar yaitu obat yang bekerja secara agonis adrenergik, dan secara antagonis adrenergik.


Agonis Adrenergik

       Agonis adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan syaraf adrenergik. Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik ini beraksi menyerupai neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin. Agonis adrenergik juga dinamakan dengan Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini bereaksi dengan reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik α & reseptor adrenergik β. Reseptor α sendiri terdapat 2 tipe, dan reseptor β juga terdapat 2 tipe yang digunakan obat-obat golongan ini untuk berinteraksi. Efek aktivasi dari kedua jenis reseptor ini dapat dilihat pada bagian berikut :

1) Reseptor α1 berada pada otot polos pembuluh darah. Jadi efek yang dihasilkan bila suatu agonis berinteraksi dengan reseptor ini adalah kontraksi otot pembuluh darah.
2) Reseptor α2 terdapat pada sel syaraf bagian postganglion simpatik. Aktivasi oleh agonis mengakibatkan penghambatan pelepasan neurotransmitter nor-adrenalin pada ujung syaraf simpatik.
3) Reseptor β1 terdapat pada otot jantung. Aktivasi oleh suatu agonis menyebabkan peningkatan frekuensi dan denyut jantung.
4) Reseptor β2 terdapat pada otot polos uterus dan bagian pernafasan. Aktivasi oleh agonis menyebabkan relaksasi otot polos uterus ataupun relaksasi bronkus pada pernafasan.

      Obat-obat yang bekerja berdasarkan agonis adrenergik ini dibedakan menjadi 2 yaitu agonis secara langsung dan agonis yang bekerja secara langsung. Hal ini dibedakan hanya pada interaksi dengan reseptornya.

1) Agonis Adrenergik Langsung
      Agonis Adrenergik langsung berarti obat-obat ini berinteraksi secara langsung dengan reseptor adrenergik dan kemudian menghasilkan efek dengan cara memacu efek nor-epinefrin itu sendiri. Telah diketahui sebelumnya bahwa reseptor adrenergik terdapat pada 2 tipe (α & β), maka obatnya pun dapat dibedakan pada kedua jenis reseptor ini.
- Reseptor α1 : obat-obat sebagai agonis α1 contohnya yaitu Oksimetazolin & Fenilefrin. Kedua obat ini berinteraksi dengan reseptor α1 yang menyebabkan kontraksi pembuluh darah.
- Reseptor α2 : Obat sebagai agonis α2 contohnya yaitu Klonidin. Obat ini berinteraksi dengan reseptor α2 dan mengakibatkan penghambatan pelepasan nor-epinefrin oleh ujung syaraf simpatik yang  kemudian menyebabkan penurunan tekanan darah.
- Reseptor β1 : Reseptor ini kebanyakan berada pada jantung. Obat sebagai agonis β1 contohnya adalah Dobutamin. Obat ini setelah berinteraksi dengan reseptornya akan menghasilkan efek yaitu meningkatkan frekuensi dan denyut jantung.
- Reseptor β2 : Reseptor ini terdapat pada otot polos uterus dan pada bagian pernafasan. Obat sebagai agonis β2 contohnya adalah Terbutalin. Obat ini dapat merelaksasi otot polos bronkus sehingga dapat digunakan unutk terapi asma.

2) Agonis Adrenergik tidak langsung
      Obat golongan ini bekerja dengan meningkatkan kadar nor-epinefrin pada celah sinaptik. Peningkatan kadar nor-epinefrin ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1) Dengan melepaskan cadangan nor-epinefrin pada vesikel 2)Dengan menghambat re-uptake nor epinefrin menuju ke ujung syaraf. Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara tidak langsung ini dibedakan 2 macam berdasarkan kedua cara tadi
- Pada cara pertama, obat-obat akan memacu ujung syaraf untuk melepaskan cadangan nor-epinefrin, hasilnya yaitu konsentrasi nor-epinefrin pada celah sinaptik akan meningkat. Contoh obatnya yaitu Amfetamin, Efedrin, dan Fenilpropanolamin.
- Cara kedua didasarkan bahwa obat-obatan tertentu bekerja dengan menghambat pelepasan kembali atau bisa disebut dengan re-uptake nor-epinefrin kembali menuju ke ujung syaraf, sehingga mengakibatkan konsentrasi nor-epinefrin pada celah sinaptik meningkat. Contoh obatnya yaitu Imipramin dan Desimpramin. Perlu diketahui bahwa jika konsentrasi nor-epinefrin pada syaraf sedikit maka akan menyebabkan kondisi depresi, maka obat-obat yang bekerja secara tidak langsung ini dapat digunakan untuk menangani kasus seperti ini.


Antagonis Adrenergik

       Antagonis adrenergik merupakan obat-obat yang kerjanya yaitu menghambat kerja atau efek dari neurotransmitter utama yaitu nor-epinefrin. Obat golongan ini dapat juga disebut dengan Adrenolitik. Penghambatan efek dari obat-obat ini kebanyakan dengan cara mengeblok reseptor adrenergik, maka dapat juga disebut dengan Blocker. Obat-obatannya dapat dibagi berdasarkan kerja terhadap reseptornya.

- α1 Blocker
     Obat ini bekerja dengan cara mengeblok reseptor adrenergik tipe α1. Reseptor ini berada kebanyakan pada otot polos pembuluh darah. Reseptor ini sebenarnya jika berikatan dengan agonis maka akan mengakibatkan kontraksi pembuluh darah, tetapi jika diberikan obat golongan α1 Blocker maka akan bereaksi sebaliknya yaitu penurunan tekanan darah. Contoh obatnya yaitu Prasozin dan Terasozin. Umumnya obat-obatan golongan ini digunakan untuk terapi hipertensi.

- α2 Blocker
     Obat ini bekerja dengan cara mengeblok reseptor α2. Reseptor ini jika berinteraksi dengan suatu agonis maka akan mengakibatkan penghambatan pelepasan nor-epinefrin pada ujung syaraf. Obat golongan ini jarang digunakan pada klinik. Contoh obatnya yaitu Yohimbin yang digunakan untuk terapi gangguan ereksi.

- Non selective α Blocker
    Obat ini bekerja secara tidak spesifik pada reseptor α yaitu dapat berinteraksi baik pada reseptor α1 maupun pada reseptor α2. Contoh obatnya yaitu Fentolamin.

- β1 Blocker
     Obat golongan ini mengakibatkan penurunan frekuensi dan denyut jantung, karena reseptor ini berada dalam otot jantung. Contoh obatnya yaitu asebutolol, betaksolol, metoprolol, dll.

- β2 Blocker
      Obat ini setelah bereaksi dengan menghambat aktivitas reseptor tersebut oleh suatu agonis. Obat ini mempunyai efek yaitu kontriksi saluran pernafasan. Contoh obatnya yaitu propanolol, tetapi reseptor ini bekerja secara tidak selektif, yaitu dapat mengeblok pada kedua reseptor.
        Sebenarnya masih banyak lagi obat yang bekerja sebagai antagonis adrenergik ini, yaitu seperti obat yang menghambat sintesis nor-epinefrin, obat yang menghambat penyimpanan nor-epinefrin, dan obat yang menghambat pelepasan nor-epinefrin. Tapi....yasudahlah..itu aja cukup ^^



Referensi :
- Nugroho. Agung Endro, 2012, Farmakologi : Obat-obat penting dalam pembelajaran ilmu farmasi dan dunia kesehatan, Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Rabu, 06 Juni 2012

Obat-Obat pada Syaraf Otonom : Syaraf Kolinergik

,


    Pada posting bagian anatomi dan fisiologi sistem syaraf otonom telah disinggung bahwa sistem syaraf otonom dibagi menjadi 2 yaitu 1) sistem syaraf simpatik dan 2) sistem syaraf parasimpatik. Pada syaraf simpatik mempunyai sel syaraf preganglion lebih pendek daripada sel syaraf postganglionnya. Selain itu pada sistem syaraf simpatik ini neurotransmitter yang dilepaskan adalah nor-epinefrin atau nor-adrenalin yang akan bereaksi dengan reseptor adrenergik, maka sistem syaraf sipatik ini disebut juga dengan sistem syaraf adrenergik. Pada sistem syaraf parasimpatik memiliki sel syaraf preganglion lebih panjang daripada sel syaraf postganglionnya. Pada sistem syaraf ini neurotransmitter yang dilepaskan oleh ujung sel syaraf adalah asetilkolin yang akan bereaksi dengan reseptor asetilkolin muskarinik ataupun pada reseptor asetilkolin nikotinik. Reseptor nikotinik terdapat pada semua ganglia syaraf otonom (celah antara sel syaraf preganglion dan postganglion), pada neuromuscular junction (celah antara sel syaraf somatik dan sel otot skeletal), dan pada sel kromafin medula adrenal. Sedangkan reseptor muskarinik terdapat pada sel organ efektor syaraf kolinergik, misalnya sel parietal lambung, jantung, saluran pencernaan, dll.
     Penggolongan obat-obatan syaraf otonom ini dibedakan berdasarkan berdasarkan apakah suatu obat tersebut “memacu” atau bahkan “menghambat” syaraf tersebut. Obat yang memacu disebut dengan “Agonis”, sedangkan yang menghambat dinamakan “Antagonis”. Istilah-istilah ini dapat diulas lebih pada pembahasan obat-obatan nanti. ???
    Berdasarkan hal diatas tadi maka obat-obatan sistem syaraf otonom dibedakan menjadi beberapa bagian berikut:
1. Agonis Kolinergik,
2. Antagonis Kolinergik,
3. Agonis Adrenergik, dan
4. Antagonis Adrenergik
        Dalam tulisan ini hanya dibahas tentang syaraf Kolinergik, yaitu Agonis Kolinergik dan Antagonis Kolinergik. Dan untuk Syaraf Adrenergik Insyaallah dalam tulisan yang lain... ^^


Agonis Kolinergik
     Istilah agonis kolinergik berarti obat-obat tersebut dapat berikatan dengan reseptor dan dapat menimbulkan efek. Obat-obatan disini berarti aksinya menyerupai neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Istilah agonis kolinegik ini juga dapat disebut dengan kolinomimetik atau parasimpatomimetik. Target aksi obat-obatan ini ada 2 yaitu 1) Agonis Kolinergik langsung  dan 2) Inhibitor Kolinesterase.


1) Agonis Kolinergik langsung
       Obat ini bereaksi secara langsung dengan reseptor asetilkolin. Telah disebut sebelumnya bahwa reseptor asetilkolin ada 2 yaitu asetilkolin nikotinik dan asetilkolin muskarinik. Oleh sebab itu obat-obatan pada agonis kolinergik langsung ini bereaksi pada 2 tempat yaitu sebagai 1) Agonis Muskarinik dan 2) Agonis Nikotinik.

1.1) Agonis Muskarinik
     Obat golongan ini dibedakan menjadi 2 yaitu obat golongan ester dan alkaloid (menyerupai basa).
    >>Obat golongan ester
           Pada obat golongan ester ini merupakan senyawa ester dari neurotransmitter asetilkolin, oleh karena itu obat golongan ini strukturnya mirip dengan asetilkolin. Oleh karena itu obat golongan ini juga dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh obat golongan ester ini adalah Metakolin, betanekol, dan Karbakol. Metakolin dan Betanekol mempunyai spesifitas hanya pada reseptor muskarinik. Jika karbakol mempunyai spesifitas pada kedua reseptor (muskarinik dan nikotinik).
    >> Obat golongan alkaloid
            Pada obat golongan ini strukturnya tidak mirip dengan asetilkolin, maka obat golongan ini tidak dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh obat golongan ini adalah Pilokarpin. Obat ini hanya mempunyai spesifitas pada reseptor asetilkolin muskarinik.
       Pada dasarnya obat-obat agonis kolinergik ini didasarkan pada tipe reseptornya. Yaitu :
# Reseptor M1 : Bekerja pada sistem syaraf pusat, sistem syaraf perifer, dan sel parietal lambung.
# Reseptor M2 : Bekerja pada organ jantung.
# Reseptor M3 : Berefek eksitatori, otot polos sistem pencernaan, mata, pembuluh darah, dan kalenjar eksokrin
      Berdasarkan tersebut maka efek samping obat-obatan yang bekerja pada agonis kolinergik ini mengikuti pada resetornya, contonya pada reseptor tipe M3 maka efek samping yang ditimbulkan bisa saja peningkatan kontraksi saluran pencernaan.

1.2) Agonis Nikotinik
      Sesuai dengan namanya maka obat ini bekerja pada reseptor asetilkolin nikotinik. Obat ini dapat mempengaruhi pada siste syaraf somatik atau neuromuscular junction. Contoh senyawanya adalah nikotin, lobelin, epibatidin, dll. Nikotin dal lobelin didapatkan dari isolasi dari tanaman tembakau dan senyawa ini dapat digunakan untuk orang yang kecanduan merokok.


2) Inhibitor Kolinesterase
       pada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang sangat penting yaitu Asetilkolin asetil hidrolase (AchE) atau biasa disebut dengan asetilkolinesterase. Enzim ini ditemukan pada celah syaraf kolinergik, neuromuscular junction, dan darah. Enzim ini sangat penting karena berfungsi untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Obat dalam hal ini bereaksi dengan menghambat enzim kolinesterase pada celah sinaptik. Sedangkan obat-obatannya beraksi dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor reversibel dan sebagai Inhibitor Ireversibel.

2.1) Inhibitor Reversibel
       Obat ini dapat berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE dan dapat terbalikkan / reversibel. Obat pada golongan ini bersifat larut air. Contoh obat-obatan yang bersifat inhibitor reversibel ini adalah Edroponium. Obat ini bereaksi dengan cepat yang diberikan secara intravena untuk diagnosa penyakit Myastenia gravis. Pada penderita Myastenia gravis jika diberikan Edroponium maka akan meningkatkan kekuatan otot skeletal.

2.2) Inhibitor Irreversibel
      Obat ini berinteraksi dengan sisi sktif enzim AchE dan bersifat tak terbalikkan dan biasanya senyawa golongan ini bersifat larut dalam lipid sehingga dapat menembus barrier darah otak. Obat ini bereaksi dengan memfosforilasi enzim AchE sehingga mengakibatkan inaktivasi enzim tersebut. Senyawa yang bersifat sebagai Inhibitor Irreversibel ini contohnya yaitu Malation, golongan insektisida dan golongan pestisida (organophosphat). Jika suatu inhibitor irreversibel ini bereaksi terhadap enzim asetilkolinesterase maka enzim ini tidak aktif sehingga tidak dapat memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin dan mengakibatkan penumpukan. Obat yang dapat digunakan adalah Pralidoksim. Obat ini bereaksi dengan menarik kuat Inhibitor Irreversibel dari sisi aktif enzim agar enzim tersebut aktif kembali. Tetapi penggunakaan pralidoksim pada pasien keracunan organophosphat harus dilakukan pada waktu yang cepat, karena dalam waktu beberapa jam setelah keracunan organofospat, enzim terfosforilasi atau kehilangan gugus alkil atau alkoksi sehingga menyebabkan atbil dan lebih resisten terhadap pralidoksim.


Antagonis Kolinergik
       Aktifitas obat antagonis berarti melawan, yaitu melawan dari aksi neurotransmitter : asetilkolin. Secara definitif berarti obat yang menghambat atau mengurangi aktifitas dari asetilkolin atau persyarafan kolinergik. Istilah lain dari antagonis kolinergik ini yaitu Kolinolitik. Obat golongan ini aksinya yaitu mengeblok kanal ion, sebagai inhibitor kompetitif pada reseptor muskarinik, dan sebagai inhibittor pada reseptor nikotinik dan muskarinik. Disini akan lebih dijelaskan pada obat-obatan yang bereaksi sebagai antagonis pada reseptor muskarinik.
     Obat yang bereaksi sebagai antagonis muskarinik mempunyai aktivitas dalam menghambat secara kompetitif pada reseptor asetilkolin muskarinik. Secara struktural, obat-obat ini bersifat seperti asetilkolin, yaitu mempunyai struktur seperti asetilkolin tetapi bagian gugus asetil pada asetilkolin diganti dengan gugus aromatik. Obat ini pada dasarnya yaitu berikatan dengan reseptor tetapi tidak menimbulkan efek, jadi mempunyai harga α=0 meskipun mempunyai afinitas terhadap reseptor.
    Contoh senyawa alami yang bereaksi dengan hal ini adalah Atropin dan Hyosin. Atropin bersifat larut dalam lipid  sehingga mudah untuk diabsorpsi dan dapat menembut barrier darah otak. Atropin ini dapat digunakan pada kasus keracunan organophospat. Yaitu berinteraksi dengan mengeblok kelebihan asetilkolin pada reseptor muskarinik, tetapi tidak pada reseptor nikotinik. Selain itu atropin dapat digunakan untuk penderita asma yaitu dengan relaksasi bronkus. Hyosin atau dinamakan juga dengan Scopolamin dapat digunakan pada pengobatan Motion Sickness.



Referensi :
- Nugroho. Agung Endro, 2012, Farmakologi : Obat-obat penting dalam pembelajaran ilmu farmasi dan dunia kesehatan, Pustaka Pelajar : Yogyakarta
 

Just an Ideas and Creativity Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger Templates