Rabu, 06 Juni 2012

Obat-Obat pada Syaraf Otonom : Syaraf Kolinergik

,


    Pada posting bagian anatomi dan fisiologi sistem syaraf otonom telah disinggung bahwa sistem syaraf otonom dibagi menjadi 2 yaitu 1) sistem syaraf simpatik dan 2) sistem syaraf parasimpatik. Pada syaraf simpatik mempunyai sel syaraf preganglion lebih pendek daripada sel syaraf postganglionnya. Selain itu pada sistem syaraf simpatik ini neurotransmitter yang dilepaskan adalah nor-epinefrin atau nor-adrenalin yang akan bereaksi dengan reseptor adrenergik, maka sistem syaraf sipatik ini disebut juga dengan sistem syaraf adrenergik. Pada sistem syaraf parasimpatik memiliki sel syaraf preganglion lebih panjang daripada sel syaraf postganglionnya. Pada sistem syaraf ini neurotransmitter yang dilepaskan oleh ujung sel syaraf adalah asetilkolin yang akan bereaksi dengan reseptor asetilkolin muskarinik ataupun pada reseptor asetilkolin nikotinik. Reseptor nikotinik terdapat pada semua ganglia syaraf otonom (celah antara sel syaraf preganglion dan postganglion), pada neuromuscular junction (celah antara sel syaraf somatik dan sel otot skeletal), dan pada sel kromafin medula adrenal. Sedangkan reseptor muskarinik terdapat pada sel organ efektor syaraf kolinergik, misalnya sel parietal lambung, jantung, saluran pencernaan, dll.
     Penggolongan obat-obatan syaraf otonom ini dibedakan berdasarkan berdasarkan apakah suatu obat tersebut “memacu” atau bahkan “menghambat” syaraf tersebut. Obat yang memacu disebut dengan “Agonis”, sedangkan yang menghambat dinamakan “Antagonis”. Istilah-istilah ini dapat diulas lebih pada pembahasan obat-obatan nanti. ???
    Berdasarkan hal diatas tadi maka obat-obatan sistem syaraf otonom dibedakan menjadi beberapa bagian berikut:
1. Agonis Kolinergik,
2. Antagonis Kolinergik,
3. Agonis Adrenergik, dan
4. Antagonis Adrenergik
        Dalam tulisan ini hanya dibahas tentang syaraf Kolinergik, yaitu Agonis Kolinergik dan Antagonis Kolinergik. Dan untuk Syaraf Adrenergik Insyaallah dalam tulisan yang lain... ^^


Agonis Kolinergik
     Istilah agonis kolinergik berarti obat-obat tersebut dapat berikatan dengan reseptor dan dapat menimbulkan efek. Obat-obatan disini berarti aksinya menyerupai neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Istilah agonis kolinegik ini juga dapat disebut dengan kolinomimetik atau parasimpatomimetik. Target aksi obat-obatan ini ada 2 yaitu 1) Agonis Kolinergik langsung  dan 2) Inhibitor Kolinesterase.


1) Agonis Kolinergik langsung
       Obat ini bereaksi secara langsung dengan reseptor asetilkolin. Telah disebut sebelumnya bahwa reseptor asetilkolin ada 2 yaitu asetilkolin nikotinik dan asetilkolin muskarinik. Oleh sebab itu obat-obatan pada agonis kolinergik langsung ini bereaksi pada 2 tempat yaitu sebagai 1) Agonis Muskarinik dan 2) Agonis Nikotinik.

1.1) Agonis Muskarinik
     Obat golongan ini dibedakan menjadi 2 yaitu obat golongan ester dan alkaloid (menyerupai basa).
    >>Obat golongan ester
           Pada obat golongan ester ini merupakan senyawa ester dari neurotransmitter asetilkolin, oleh karena itu obat golongan ini strukturnya mirip dengan asetilkolin. Oleh karena itu obat golongan ini juga dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh obat golongan ester ini adalah Metakolin, betanekol, dan Karbakol. Metakolin dan Betanekol mempunyai spesifitas hanya pada reseptor muskarinik. Jika karbakol mempunyai spesifitas pada kedua reseptor (muskarinik dan nikotinik).
    >> Obat golongan alkaloid
            Pada obat golongan ini strukturnya tidak mirip dengan asetilkolin, maka obat golongan ini tidak dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh obat golongan ini adalah Pilokarpin. Obat ini hanya mempunyai spesifitas pada reseptor asetilkolin muskarinik.
       Pada dasarnya obat-obat agonis kolinergik ini didasarkan pada tipe reseptornya. Yaitu :
# Reseptor M1 : Bekerja pada sistem syaraf pusat, sistem syaraf perifer, dan sel parietal lambung.
# Reseptor M2 : Bekerja pada organ jantung.
# Reseptor M3 : Berefek eksitatori, otot polos sistem pencernaan, mata, pembuluh darah, dan kalenjar eksokrin
      Berdasarkan tersebut maka efek samping obat-obatan yang bekerja pada agonis kolinergik ini mengikuti pada resetornya, contonya pada reseptor tipe M3 maka efek samping yang ditimbulkan bisa saja peningkatan kontraksi saluran pencernaan.

1.2) Agonis Nikotinik
      Sesuai dengan namanya maka obat ini bekerja pada reseptor asetilkolin nikotinik. Obat ini dapat mempengaruhi pada siste syaraf somatik atau neuromuscular junction. Contoh senyawanya adalah nikotin, lobelin, epibatidin, dll. Nikotin dal lobelin didapatkan dari isolasi dari tanaman tembakau dan senyawa ini dapat digunakan untuk orang yang kecanduan merokok.


2) Inhibitor Kolinesterase
       pada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang sangat penting yaitu Asetilkolin asetil hidrolase (AchE) atau biasa disebut dengan asetilkolinesterase. Enzim ini ditemukan pada celah syaraf kolinergik, neuromuscular junction, dan darah. Enzim ini sangat penting karena berfungsi untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Obat dalam hal ini bereaksi dengan menghambat enzim kolinesterase pada celah sinaptik. Sedangkan obat-obatannya beraksi dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor reversibel dan sebagai Inhibitor Ireversibel.

2.1) Inhibitor Reversibel
       Obat ini dapat berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE dan dapat terbalikkan / reversibel. Obat pada golongan ini bersifat larut air. Contoh obat-obatan yang bersifat inhibitor reversibel ini adalah Edroponium. Obat ini bereaksi dengan cepat yang diberikan secara intravena untuk diagnosa penyakit Myastenia gravis. Pada penderita Myastenia gravis jika diberikan Edroponium maka akan meningkatkan kekuatan otot skeletal.

2.2) Inhibitor Irreversibel
      Obat ini berinteraksi dengan sisi sktif enzim AchE dan bersifat tak terbalikkan dan biasanya senyawa golongan ini bersifat larut dalam lipid sehingga dapat menembus barrier darah otak. Obat ini bereaksi dengan memfosforilasi enzim AchE sehingga mengakibatkan inaktivasi enzim tersebut. Senyawa yang bersifat sebagai Inhibitor Irreversibel ini contohnya yaitu Malation, golongan insektisida dan golongan pestisida (organophosphat). Jika suatu inhibitor irreversibel ini bereaksi terhadap enzim asetilkolinesterase maka enzim ini tidak aktif sehingga tidak dapat memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin dan mengakibatkan penumpukan. Obat yang dapat digunakan adalah Pralidoksim. Obat ini bereaksi dengan menarik kuat Inhibitor Irreversibel dari sisi aktif enzim agar enzim tersebut aktif kembali. Tetapi penggunakaan pralidoksim pada pasien keracunan organophosphat harus dilakukan pada waktu yang cepat, karena dalam waktu beberapa jam setelah keracunan organofospat, enzim terfosforilasi atau kehilangan gugus alkil atau alkoksi sehingga menyebabkan atbil dan lebih resisten terhadap pralidoksim.


Antagonis Kolinergik
       Aktifitas obat antagonis berarti melawan, yaitu melawan dari aksi neurotransmitter : asetilkolin. Secara definitif berarti obat yang menghambat atau mengurangi aktifitas dari asetilkolin atau persyarafan kolinergik. Istilah lain dari antagonis kolinergik ini yaitu Kolinolitik. Obat golongan ini aksinya yaitu mengeblok kanal ion, sebagai inhibitor kompetitif pada reseptor muskarinik, dan sebagai inhibittor pada reseptor nikotinik dan muskarinik. Disini akan lebih dijelaskan pada obat-obatan yang bereaksi sebagai antagonis pada reseptor muskarinik.
     Obat yang bereaksi sebagai antagonis muskarinik mempunyai aktivitas dalam menghambat secara kompetitif pada reseptor asetilkolin muskarinik. Secara struktural, obat-obat ini bersifat seperti asetilkolin, yaitu mempunyai struktur seperti asetilkolin tetapi bagian gugus asetil pada asetilkolin diganti dengan gugus aromatik. Obat ini pada dasarnya yaitu berikatan dengan reseptor tetapi tidak menimbulkan efek, jadi mempunyai harga α=0 meskipun mempunyai afinitas terhadap reseptor.
    Contoh senyawa alami yang bereaksi dengan hal ini adalah Atropin dan Hyosin. Atropin bersifat larut dalam lipid  sehingga mudah untuk diabsorpsi dan dapat menembut barrier darah otak. Atropin ini dapat digunakan pada kasus keracunan organophospat. Yaitu berinteraksi dengan mengeblok kelebihan asetilkolin pada reseptor muskarinik, tetapi tidak pada reseptor nikotinik. Selain itu atropin dapat digunakan untuk penderita asma yaitu dengan relaksasi bronkus. Hyosin atau dinamakan juga dengan Scopolamin dapat digunakan pada pengobatan Motion Sickness.



Referensi :
- Nugroho. Agung Endro, 2012, Farmakologi : Obat-obat penting dalam pembelajaran ilmu farmasi dan dunia kesehatan, Pustaka Pelajar : Yogyakarta

2 komentar to “Obat-Obat pada Syaraf Otonom : Syaraf Kolinergik”

  • 10 November 2014 pukul 08.24
    aprianti says:

    about your post, membantu.
    thanks a lot...

  • 19 Juli 2016 pukul 21.04
    Unknown says:

    Thanks sharingnya... really help me a lot :)

Posting Komentar

 

Just an Ideas and Creativity Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger Templates