Selasa, 22 Mei 2012

Farmakokinetik : Absorpsi

,

           Dalam proses farmakokinetika yang pertama dialami obat adalah proses absorpsi. Absorpsi merupakan perpindahan obat atau molekul obat dari tempat aplikasinya untuk menuju ke sirkulasi sistemik. Agar obat dapat diabsorpsi, zat bahan aktif obat harus dilepas dari bentuk sediaannya, dalam hal ini faktor disolusi obat merupakan hal yang penting. Contohnya pada sediaan tablet, kaplet, dll. Pada Tablet dan Kaplet, obat pertama akan pecah menjadi granul-granul kemudian zat aktifnya lepas. Selain itu pelepasan obat dari bentuk sediaannya juga dipengaruhi oleh faktor fisika kimia dari obat itu sendiri.
                Proses absorpsi obat dapat terjadi pada berbagai tempat dalam tubuh, contohnya seperti bagian bukal (pipi bagian dalam), sublingual (bawah lidah), gastrointestinal (lambung dan usus), kulit (kutan), muskular (otot),peritoneal (rongga perut), okular (mata), nasal (hidung), paru-paru, dan rektal. Mekanisme absorpsi bisa secara difusi pasif, transpor aktif, transpor konvektif, difusi terfasilitasi, transpor pasangan ion, dan pinositosis.

                Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat meliputi :

1. Kecepatan disolusi obat
          Seperti yang telah tertulis sebelumnya, dalam pelepasan zat aktif dari suatu obat dibutuhkan parameter Disolusi obat. Kecepatan disolusi obat ini berbanding lurus oleh luas permukaan, jadi setelah obat utuh pecah menjadi granul-granul dalam saluran pencernaan/ organ pencernaan, maka luas permukaannya juga akan semakin besar maka disolusi obat juga semakin besar.

2. Ukuran partikel
          Faktor Ukuran partikel ini sangat penting, karena semakin kecil ukuran partikel obat, maka obat tersebut juga semakin mudah larut dalam cairan daripada obat dengan ukuran partikel yang besar.

3. Kelarutan dalam lipid atau air
        Dalam faktor ini dipengaruhi oleh koefisien partisi obat. Koefisien partisi merupakan perbandingan obat dalam fase air (polar) dan fase minyak (non polar). Telah diketahui bahwa medium pelarutan obat merupakan zat polar, sedangkan tempat absorbsi contohnya dinding usus sebagian besar adalah non polar. Jadi koefisien partisi ini sangat penting dalam menentukan absorbsi obat. Semakin besar koefisien partisi, maka semakin besar pula kekuatan partikel obat tersebut untuk menembus membran/ dinding usus. Sebaliknya obat yang memiliki koefisien partisi yang kecil, berarti obat tersebut lebih mudah larut dalam zat polar, telah diketahui sebelumnya bahwa tempat untuk absorpsi obat sebagian besar adalah non polar, maka obat-obatan yang seperti ini sulit untuk diabsorpsi.

4. Ionisasi
         Sebagian obat merupakan elektrolit lemah sehingga ionisasinya dipengaruhi oleh pH medium. Dalam hal ini terdapat dua bentuk obat, yaitu obat yang terion dan obat yang tek terion. Obat yang terion lebih mudah larut dalam air, sedangkan obat dalam bentuk tak terion lebih mudah larut dalam lipid serta lebih mudah untuk diabsorpsi. Hal ini bisa diterapkan contohnya pada obat yang bersifat asam, obat yang bersifat asam tersebut akan terionisasi pada pH basa dan kita ketahui bahwa pada lambung pHnya asam dan pada usus pHnya basa. Obat-obatan yang bersifat asam ini akan terionisasi pada usus (basa), maka obat yang telah terionisasi ini akan sulit menembus dinding usus yang sebagian besar komponennya adalah lipid/ zat non polar, maka obat-obatan asam ini lebih mudah diabsorpsi pada gaster/ lambung karena pada lambung pH-nya asam, maka obat tidak akan terionisasi. Untuk obat-obatan yang bersifat basa dianalogikan sebaliknya, secara singkat obat-obatan basa akan terionisasi pada lambung (asam) dan tak terionisasi pada usus (basa), maka akan lebih mudah diabsorpsi oleh dinding usus.

5. Aliran darah pada tempat absorpsi
      Aliran darah akan membantu pada proses absorpsi obat yaitu mengambil obat menuju ke sirkulasi sistemik. Semakin besar aliran darah maka semakin besar pula obat untuk diabsorpsi.

6. Kecepatan pengosongan lambung
        Obat yang diabsorpsi di usus akan meningkat proses absorpsinya jika kecepatan pengosongan lambung besar dan sebaliknya.

7. Motilitas usus
     Motilitas dapat diartikan pergerakan, dalam hal ini merupakan pergerakan usus. Jika kecepatan motilitas usus ini besar maka akan mengurangi absorpsi obat karena kontak antara obat dengan absorpsinya adalah pendek. Motilitas usus ini besar contohnya adalah pada saat diare.

8. Pengaruh makanan atau obat lainnya
      Beberapa makanan atau obat dapat mempengaruhi absorpsi obat lainnya.

9. Cara pemberian
       Pada cara pemberian ini dibedakan menjadi dua, yaitu obat yang diberikan secara enteral dan secara parental. Pada pemberian enteral ini contohnya seperti pemberian secara oral, sublingual, dan secara perrektal. Sedangkan pada pemberian parental contohnya seperti injeksi dan inhalasi. Pada pemberian secara parental pastinya memberikan efek lebih cepat daripada pemberian secara enteral.



Referensi : Nugroho, Agung Endro. 2012. Prinsip Aksi & Nasib Obat Dalam Tubuh. Pustaka Pelajar : Yogyakarta

1 komentar:

  • 31 Mei 2017 pukul 20.34
    prycylia says:

    trimakasih... sangat bermanfaat :)

Posting Komentar

 

Just an Ideas and Creativity Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger Templates